Friday, April 08, 2016

Insularitas Akademik di Indonesia

Ketika saya memulai studi doktoral tujuh tahun lalu, saya sangat kesulitan menemui literatur mengenai kajian sosio-historis Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia yang layak dikutip sebagai sumber akademik. Akhirnya, daftar pustaka tesis saya mayoritas berbahasa Inggris. Hal ini mengganggu saya bertahun-tahun, yang pernah saya tulis di sini dan di sini.

Perasaan tidak nyaman ini berlanjut hingga titik di mana saya, dan beberapa kolega, memutuskan mengajukan proposal riset mengenai apa hambatan riset dan publikasi ilmiah di Indonesia. Studi tersebut dijalankan selama satu setengah tahun, di bawah Pusat Kajian Komunikasi, Departemen Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia dan Center for Innovation Policy and Governance melalui kolaborasi dengan Asia Research Centre, Murdoch University, Australia serta didanai oleh Global Development Network.

Pertanyaan mengenai 'kenapa tidak banyak akademisi Indonesia meneliti dan menulis mengenai Indonesia' terjawab, tapi jawabannya tidak menyenangkan hati. Secara struktural, birokrasi perguruan tinggi negeri membentuk perilaku 'tersekat-sekat' (insular). Lebih jauh mengenai apa itu insularitas bisa dilihat dalam materi presentasi di bawah ini.



Tugas saya sebagai akademisi adalah mengumpulkan data, mengolah dan menafsirkannya dengan jernih, lalu menuturkannya dengan cara yang ramah. Studi kami sudah tuntas, dan sharing hasil riset kami lakukan melalui the Conversation di sini, dan secara langsung melalui seminar bersama Knowledge Sector Initiative tanggal 6 April 2016 kemarin (berita di sini). Sekarang bagaimana hasil riset itu diterapkan bergantung pada pemangku kepentingan lainnya.

Saya akan lanjut dengan mencari peer akademik. Jika ada yang tertarik dengan hasil riset, saya bisa kirimkan melalui email. Silakan tinggalkan komentar di bawah.